Terbangun aku dari suatu mimpi buruk yang tak terelakkan dan berulang. Ku dapati diriku duduk termenung melihat sekitarku. Sekilas tak ada suatu yang berarti. Semua terlihat biasa. Semakin aku melihat, napasku terengah-engah dan mataku terisak. Baru kusadari, aku berada dalam suatu ruang. Ruang dimana aku tak bisa pergi, ruang dimana aku melihat diriku sendiri berlaku selayaknya namun tak seharusnya begitu. Aku berada di ruang mata hati. Ternyata mimpi buruk yang selalu kualami adalah sebuah ketidaksadaranku akan dunia diluar ruang ini. Aku terkunci pada ruang ini. Ruang ini seolah mengahalangiku agar aku tak memberontak mengubah dunia di luar ruang ini. Apa yang salah dengan dunia di luar? Apakah aku terjerat? Ternyata jeratan ini berasal dari ikatan. Ikatan ku dengan dirinya. Dirinya yang mengatasnamakan ikatan dan berbuat seenaknya, yang sengaja menjerat diriku agar selalu mengikuti inginnya. Amarahku memuncak, tangisku semakin deras. Lepaskan. Tolong lepaskan aku. Aku meronta ingin pergi namun tak bisa. Alasan tak bisa perginya diriku tak semudah memutus ikatan. Ikatan ini penting untuk ku dan dirinya. Ikatan ini direstui oleh penciptaku. Akhirnya ruang mulai berbicara padaku bahwa Pencipta sengaja memasukkan ku ke ruang mata hati bukan untuk mengurungku melainkan untuk menerima. Menerima dunia di luar ruang ini dan menerima sakitnya menyaksikan diriku sendiri. Pencipta berbuat adil katanya, ruang meyakinkanku bahwa ruang adalah tempat terbaik yang dapat mengobati ku kelak, Kelak entah kapan. Sampai ruang dapat menyembuhkanku, biarkan aku tetap terjerat pesannya......
Minggu, 02 Juni 2019
Sabtu, 20 April 2019
Diri
Terhenti di tengah perjalanan panjang dengan berpura-pura akan segera melangkah kembali menuju tempat tujuan. Bukan yang pertama kali terjadi melainkan yang pertama kali terasa berbeda. Tidak mengetahui alasan mengapa itu berbeda. Apakah itu sebuah dalih untuk membenarkan keputusan untuk terhenti? percuma. Percuma bertanya karena diri tak bisa menjelaskan apa yang sesungguhnya terjadi. Detik berganti menit, menit berganti jam, jam berganti hari. Teka-teki tetap berlanjut dengan jiwa yang berangsur lelah yang kehilangan rasa sebagai penopangnya. Otak pun berangsur menjadi kacau kehilangan patok pikirnya. Diri berubah menjadi hiruk pikuk tak tertahankan yang ingin senyap sementara. Keadaan tak terkendali menghasilkan dimensi yang bergerak cepat , dimensi yang mengulang banyak kejadian yang entah mencarikan alasan diri terhenti atau justru menambah ketidakselarasan diri. Tak terasa dimensi menunjukkan ada luka yang tertawa riang. Sedikit demi sedikit jiwa yang lelah membangkitkan rasa dan otak yang kacau mulai membawa patok pikirnya. Mereka bersama berusaha menyadarkan diri dan membelah hiruk pikuk yang terjadi. Tak butuh waktu lama, hiruk pikuk menghilang. Diri seakan tersadar tersihir oleh luka yang terus menari dan bernyanyi seolah berkata bahwa diri akan menjadi hening yang menangis dalam. Sontak diri melawan luka yang tertawa riang. Luka memperlihatkan alasannya untuk tetap bertahan, karena luka memang ditakdirkan sebagai penyihir ulung yang bermantra apik. Luka berkata bahwa sebaiknya diri terhenti karena diri adalah perusak. Diri terasa terhempas. Tenggelam dalam memori yang dibawa dimensi. Diri dipertemukan dengan sosok-sosok yang memiliki ikatan, Sosok-sosok yang dikuasai ego yang melupakan ikatan dan menggunakan luka untuk menyihir diri. Sihir selalu datang tak kunjung mati. Luka benar-benar memanipulasi diri dengan menunggangi lontaran dari para sosok. Sosok-sosok lupa mengusir luka supaya tersenyapkan. Diri akhirnya tersadar untuk melepas ikatan agar luka tak terus datang dan menghentikan langkah perjalanan diri. Pesanku untuk diri.. Diri, janganlah terhenti dan janganlah menjadi kasat rasa sehingga ego dan luka tak berusaha mengambil alih perjalananmu.
Langganan:
Postingan (Atom)